Tahu dan Ketidaktahuan
Tahu
dan Ketidaktahuan
Manusia
lahir bersama kebodohan. Manusia lahir bersama ketidaktahuan. Manusia
digariskan sebagai individu kosong tak bercorak. Namun, manusia diberikan
sedikit demi sedikit kemauan. Mulanya, manusia tak lebih hanya seekor binatang.
Tapi manusia punya perkembangan. Manusia, mulanya tak berakal. Tapi memiliki
potensi untuk berakal. Manusia, tak sempurna, tapi selalu mengejar
kesempurnaan. Dia hidup tanpa bekal pengetahuan. Untungnya, setiap apa yang
dilihat, setiap apa yang diraba, setiap apa yang didengar, dan yang dicium,
selalu menjadi nilai belajar. Nilai yang membuat dia semakin tahu, dan tahu.
Manusia lahir dengan
ketidaktahuan, maka itu dia mencari tahu. Segala hal yang
ada dicari pengetahuannya. Selalu ingin tahu, selalu ingin semuanya tahu.
Saking berhasratnya ia untuk menjadi tahu, sampai-sampai ia lupa bahwa ia
diberikan penyesalan.
Ketika tahu, betapa senangnya. Gembiranya ia semakin menjadi tahu. Sehingga dengan ia tahu, akhirnya menciptakan pengetahuan baru. Setelah tahu ia menjadi sombong atas pengetahuan yang dipunya. Ah, betapa bahagianya menjadi seorang yang tahu. Tahu segalanya, tapi jadi lupa segalanya.
Manusia tahu, semakin tahu, bahwa pengetahuannya hanya membuatnya sadar bahwa dia tidak tahu dan tidak sadar. Semakin banyak ia tahu, semakin banyak yang ia tidak tahu. Ia lupa, bahwa dengan tahu, ia akan mencapai satu pengetahuan yang membuatnya tahu bahwa ia banyak melupakan sesuatu. Ia lupa, bahwa orang yang tahu, akan menyesalkan bahwa ia tahu. Ia lupa, bahwa tahu akan mengantarkannya pada pengetahuan yang mebuatnya akan melupakan pengetahuannya. Ah, sungguh kasian menjadi seorang tahu. Tahu segala, tapi menjadikan lupa segala, dan penyesalan yang tersisa.
Pada saatnya, seorang yang tahu akan menyesali atas pengetahuannya. Itu alasan kenapa masa kecil adalah masa indah untuk mencari tahu. Karena, setelah tahu, maknanya seorang akan semakin memandang dunia lebih terbatas. Terbatas karena pengetahuannya. Padahal pengetahuan adalah hal yang luas. Tapi karena tahu, kesempitan semakin terlihat jelas.
Sungguh menyesal menjadi tahu, karena dengan tahu, jadi tahu bahwa hal yang tak perlu diketahuipun diketahui. Tahu, menahu itu hanya bagian sebuah proses mencari pengetahuan. Tapi setelah semuanya tahu, akhirnya dengan tahulah kita semakin ingin untuk menjadi tidak tahu.
Sebuah titik ketika semua ke”tahu”an dan pengetahuan adalah hal yang paling menyiksa. Yang membuat semua syak dan prasangka bermunculan. Yang membuat semua sadar, bahwa tahu adalah sebuah proses untuk sadar bahwa kita terlahir untuk ketidaktahuan. Dan ketidaktahuan adalah puncak dimana seseorang tahu bahwa dia tidak tahu.
Dan akhirnya, semua tahu akan dikembalikan. Tahu akan menjadi bumerang yang kembali setelah melewati titik jauh dari wadah ketahuan. Dan setelah jauh, semakin sadar, bahwa manusia lahir untuk tahu, tapi tahu membuat sadar, bahwa tahu adalah jalan untuk mengantar manusia kembali menuju titik lahir : bodoh dan tidak tahu.
Ketika tahu, betapa senangnya. Gembiranya ia semakin menjadi tahu. Sehingga dengan ia tahu, akhirnya menciptakan pengetahuan baru. Setelah tahu ia menjadi sombong atas pengetahuan yang dipunya. Ah, betapa bahagianya menjadi seorang yang tahu. Tahu segalanya, tapi jadi lupa segalanya.
Manusia tahu, semakin tahu, bahwa pengetahuannya hanya membuatnya sadar bahwa dia tidak tahu dan tidak sadar. Semakin banyak ia tahu, semakin banyak yang ia tidak tahu. Ia lupa, bahwa dengan tahu, ia akan mencapai satu pengetahuan yang membuatnya tahu bahwa ia banyak melupakan sesuatu. Ia lupa, bahwa orang yang tahu, akan menyesalkan bahwa ia tahu. Ia lupa, bahwa tahu akan mengantarkannya pada pengetahuan yang mebuatnya akan melupakan pengetahuannya. Ah, sungguh kasian menjadi seorang tahu. Tahu segala, tapi menjadikan lupa segala, dan penyesalan yang tersisa.
Pada saatnya, seorang yang tahu akan menyesali atas pengetahuannya. Itu alasan kenapa masa kecil adalah masa indah untuk mencari tahu. Karena, setelah tahu, maknanya seorang akan semakin memandang dunia lebih terbatas. Terbatas karena pengetahuannya. Padahal pengetahuan adalah hal yang luas. Tapi karena tahu, kesempitan semakin terlihat jelas.
Sungguh menyesal menjadi tahu, karena dengan tahu, jadi tahu bahwa hal yang tak perlu diketahuipun diketahui. Tahu, menahu itu hanya bagian sebuah proses mencari pengetahuan. Tapi setelah semuanya tahu, akhirnya dengan tahulah kita semakin ingin untuk menjadi tidak tahu.
Sebuah titik ketika semua ke”tahu”an dan pengetahuan adalah hal yang paling menyiksa. Yang membuat semua syak dan prasangka bermunculan. Yang membuat semua sadar, bahwa tahu adalah sebuah proses untuk sadar bahwa kita terlahir untuk ketidaktahuan. Dan ketidaktahuan adalah puncak dimana seseorang tahu bahwa dia tidak tahu.
Dan akhirnya, semua tahu akan dikembalikan. Tahu akan menjadi bumerang yang kembali setelah melewati titik jauh dari wadah ketahuan. Dan setelah jauh, semakin sadar, bahwa manusia lahir untuk tahu, tapi tahu membuat sadar, bahwa tahu adalah jalan untuk mengantar manusia kembali menuju titik lahir : bodoh dan tidak tahu.
Orang yang bijak adalah
orang yang tahu dimana tahu-nya dan dimana ketidaktahuannya. Dia hanya akan
menjelaskan sepanjang dimana yang dia tahu. Dia akan mengakui, bahkan
menyingkapkan dimana letak ketidaktahuannya. Dia tidak merasa terintimidasi
dengan apa yang dia tidak tahu. Tapi tidak berhienti di situ. Dia akan mencari
pengetahuan itu demi pengetahuan itu sendiri. Mencari bukan untuk citra,
seperti anak sekolah yang tidak tahu untuk apa dia sekolah – hanya sekadar
mendapat nilai bagus saja. Dan bukan juga menggali pengetahuan untuk unggul
dari teman. Dia sadar, belajar untuk hanya unggul dari teman hanyalah akan
memupuk kesombongan. Kesombongan itu sendiri akan mencelakakan, akan
menghempaskan dan membinasakan yang memeliharanya. Di sinilah dampak negative
kompetisi. Pribadi yang picik, merupakan kulminasi ekstrim kompetisi.
Ketidaktahuan janganlah
kita anggap sebagai aib. Tetapi sadar akan ketidaktahuan, itulah penunjang
lahirnya pencerahan. Setelah ketidaktahuan itu kita atasi, lahirlah pengetahuan
yang baik. Dan kita akan menertawakan kebodohan. Orang yang senantiasa sadar
akan ketidaktahuannya, dan selalu mencari pengetahuan untuk menggenapi
pengetahuan, itulah pembelajar. Orang yang tahu dimana tahunya dan dimana tidak
tahunya, itulah seorang terpelajar. Dan terpelajar bukan hanya soal pengetahuan
saja. Tetapi juga menyangkut moralitas, dan mumpuni – penguasaan terhadap suatu
bidang keilmuan tanpa terjebak spesialisi.
SUMBER :
http://yoezronbloon.blogspot.com/2012/02/manusia-manusia-lahir-bersama-kebodohan.html
Komentar
Posting Komentar