Filosofi Debu
Filosofi Debu
Debu memiliki makna yang luar biasa. Apabila dikaitkan
dengan tingkah laku dan sifat manusia adakalanya relevan. Debu juga makhluk
hidup seperti halnya tanah karena ia bagian dari tanah yang sangat halus.
Awalnya, debu tinggal bersama tanah di mana tempat manusia dan hewan
menginjakkan kaki mereka. Keberadaan mereka sungguh hina karena diinjak-injak
semua makhluk daratan. Debu akan berhamburan dan menyebar ke seluruh jagat jika
angin meniupnya dan mereka menempel di mana pun karena mereka sangat ringan tak
berdaya. Kadang mereka dapat membubung tinggi sampai awan karena arus angin
yang membawanya. Hal itu, juga menjadi simbol bagi sebagian manusia.
Sebaik-baik dan serendah-rendah hati manusia akan menjadi congkak karena
terbawa arus lingkungan dan melambung tinggi di antara manusia-manusia yang
lain atau sebab peristiwa yang menimpa diri manusia tersebut.
Selain itu, debu juga menjadi simbol orang yang memiliki
sifat lembut, namun jika suatu saat mengalami peristiwa yang dianggap tak
pantas untuk dirinya, ia akan berkata-kata yang sangat pedas tanpa ampunan.
Seperti halnya debu saat mengenai mata yang menjadikan rasa pedih dan
memerahkan mata. Tidak pernah menyadari bahwa ia mampu hinggap di mana-mana
karena dibawa angin, bukan karena memiliki sayap atau ditakdirkan mampu terbang
dengan kesengajaan.
Suatu lambang kerendah hatian manusia terletak di sini.
Sejenis dengan tanah, bebatuan, tetapi debu adalah puing-puing dari mereka yang
selalu tak pernah dihargai manusia. Kebanyakan orang mencelanya karena debu
dianggap membuat semuanya kotor dan menimbulkan berbagai macam penyakit.
Padahal, debu adalah makhluk yang lembut, ringan tangan dan semua itu adalah
tugasnya. Debu tidak pernah mengenal lelah dibawa ke mana pun oleh angin,
selalu mengalah jika ada manusia atau makhluk lain yang melewatinya, menghindar
dan menghambur hormat dengan menempel di mana debu bisa singgah.
Manusia selalu tidak menyadari bahwa sebenarnya sangat
membutuhkan debu di saat-saat tertentu. Bagi mereka yang beragama Islam sangat
membutuhkan debu ketika mereka dilarang terkena air oleh petugas kesehatan atau
ketika kekeringan melanda, mereka butuh debu untuk bertayamum.
Ketika debu itu dihina dan dicaci manusia, mereka tidak
pernah sedikit pun marah atau murka dengan orang yang memakinya. Debu selalu
mendengarkan dan melihat apa saja yang dilihat dan didengarnya. Debu tidak
memiliki rasa pendendam sedikit pun.
Dari kisah debu tersebut dapatlah dikaitkan dengan
sifat-sifat yang ada pada manusia. Debu itu seperti manusia yang berilmu dengan
kerendahan hatinya, yang tunduk dan hormat dengan siapa saja dan tak mengenal
itu kaya miskin atau bangsawan. Lambang dari sifat halus dan kelembutan hati
manusia, mendengarkan ketika dinasihati dan mengalah ketika ada orang yang
angkuh padanya. Diam dan tenang adalah senjata terampuhnya dalam menghadapi
kekacauan hidup. Debu itu penolong orang yang akan bersuci untuk menghadap ke
Tuhan Yang Maha Esa.
Mengamati hal-hal tersebut, jadilah manusia yang memiliki
sifat penolong, lembut hati, rendah hati, patuh, hormat, dan tidak pendendam
kepada siapa pun, entah itu manusia ataupun makhluk lainnya. Teladanilah sifat
baik para debu karena debu adalah bagian tempat di mana kita dapat berjalan dan
bersujud. Inilah Filosofi Debu.
Sumber : http://ldaniaristy.blogspot.com/2014/10/filosofi-debu.html
Komentar
Posting Komentar