Individu, Masyarakat, dan Negara dalam Kajian Filsafat Pendidikan



Individu Sebagai Insan Tuhan, Makhluk Sosial dan Warga Negara Indonesia

Ilmu kewarganegaraan berasal dari kata “civiss” yang secara etimologis berasal dari kata “civicar” (bahasa latin). Sedangkan dalam bahasa Inggris “Citizens” yang dapat didefinisikan sebagai warga negara, penduduk dari sebuah kota, sesama negara, penduduk, orang setanah air. Menuru Stanley E. Dimond dan Elmer F. Peliger (1970 : 5) secara termologis civics di artikan study yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintah dan hak kewajiban warganegara. Namun dalam salah satu artikel tertua yang merumuskan definisi “civics” adalah majalah “education” pada tahun 1988 civics adalah suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan negara (Somantri 1976 : 45). Menurut Undang-Undang tentang Kewarganegaraan RI 2006 pasal 1 ayat 2. kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.

Definisi pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik yaitu “ilmu menuntun anak”. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun tindakan. Merealisasikan potensi anak yang di bawah waktu dilahirkan di di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai “Erziehung” yang setara dengan “Educare”, yakni membangkitkan ketentuan/mengaktifkan kekuatan potensi anak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata dasar didik yaitu : memelihara dan memberi latihan, mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Sedangkan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatanan hidup seseorang/kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Proses tumbuhan, dan cara mendidik Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pengerti, pikiran serta jasmani anak. Agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak selaras dengan alam dan masyarakat.


Individu Sebagai Insan Tuhan Yang Maha Esa
Dalam pembahasan tentang materi individu sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa, difokuskan kepada individu sebagai warga negara yang menganut agama, Setiap ajaran agama menuntut untuk berperilaku baik yang diaplikasikan dalam kehidupan secara horizontal, disamping mengabdi dalam bentuk ibadat ritual vertikal sesuai dengan keyakinannya.

Masing-masing agama memiliki kewajiban ibadat yang ritual yang bersifat vertikal yaitu untuk mengabdi kepada Tuhan sebagai pencipta misalnya umat Islam melaksanakan ibadat ritualnya di Mesjid, umat katolik dan protestan beribadat di Gereja, umat Hindu beribadat di Kelenteng dan umat Budha beribadat di Pura. Ketika umat Hindu melaksanakan kewajiban ibadatnya di Kelenteng, tentu umat beragama yang lainnya harus bersikap toleran dan menghormatinya Jika sikap ini dimiliki oleh setiap umat beragama, tentu kehidupan rukun antar umat beragama akan terjalin.

Kelangsungan kegiatan keagamaan dijamin oleh perundang-undangan seperti pada Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta pada perundang-undangan yang lainnya.

Individu Sebagai Makhluk Sosial
Tuhan menciptakan manusia tidak secara langsung, akan tetapi melalui proses jalinan cinta kasih dua orang manusia yaitu Ibu dan Ayah, maka lahirlah seorang anak manusia. Hanya dengan pertolongan dan jasa pemeliharaan orang tua, kita menjadi besar dan hingga menjadi dewasa sekarang ini. Dari proses itu kita dapat mengatakan bahwa manusia dengan ketidak berdayaan ketika lahir, hingga sekarang menjadi dewasa secara naluriah manusia tidak dapat hidup menyendiri, sehingga memerlukan bantuan orang lain.

Sehingga dapat dikatakan bahwa berkeluarga merupakan kebutuhan manusia, dalam hal ini esensinya manusia memerlukan orang lain atau berkelompok. Untuk menjalin hubungan satu sama lain memerlukan aktivitas komunikasi. Karena kecenderungan manusia berkeinginan untuk hidup serasi sebagai timbal balik satu sama lain karena manusia mempunyai dua hasrat yaitu berkeinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya, dan berkeinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya, (Soerjono Soekanto, 1990).

Dari dampak kondisi dan situasi lingkungan alam, merupakan faktor motivasi untuk bekerjasama dengan orang lain. Secara modern dorongan tersebut menimbulkan kelompok sosial dalam kehidupan manusia ini, karena manusia tak rnungkin hidup sendiri. Kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama. Dalam kehidupan berkelompok dan dalam hubungannya dengan manusia yang lain, pada dasarnya setiap manusia menginginkan beberapa nilai. Harold Lasswell memerinci ada delapan nilai yang terdapat dalam masyarakat yaitu:
Kekuasaan
Pendidikan/penerangan (enlightenment)
Kekayaan (wealth)
Kesehatan (well-being)
Keterampilan (skill)
Kasih sayang (affection)
Kejujuran (rectitude) dan keadilan (rechtschapenheid)
Keseganan, respek (respect).

Dengan adanya nilai-nilai ini, dan manusia menginginkan untuk terpenuhinya kebutuhan tersebut, maka manusia (individu) menjadi anggota dalam beberapa kelompok. Sehingga masyarakatlah yang mencakup semua hubungan dan dalam kelompok di dalam seeuatu wilayah. Apa yang disebut dengan masyarakat? Menurut Robert Mac Iver adalah Society means a system of ordered relations, maksudnya adalah suat j sistem hubungan-hubungan yang dilertibkan.

Sedangkan menurut Harold J. Laski, A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Maksudnya, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Maksud dari definisi ini, bahwa jika manusia dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing dan bersaing tanpa batas, maka akan timbul keadaan yang penuh pertentangan yang dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hidup kerjasama sebetulnya terdapat nilai atau norma yang perlu disepakati secara kolektif, yang berfungsi untuk menghindarkan terjadinya pertentangan yang tidak saling menguntungkan. Dalam kehidupan bermasyarakat ada beberapa norma yang perlu di taati yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum. Bangsa Indonesia yang terkenal dengan kemajemukannya baik suku bangsa, suku bahasa, budaya dan agama. Dalam kondisi seperti ini diperlukan nation character building agar perbedaan itu bukan merupakan faktor pemisah, akan tetapi merupakan kekayaan bangsa serta dipupuk rasa kebersamaan dan persatuan yang semakin kokoh.


Individu Sebagai Warga Negara Indonesia
Ada beberapa pengertian negara, pertama, negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya. Kedua, negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat. Ketiga, negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Keempat, negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Kelima, negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalarn suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.

UUD' 45 yang berhubungan dengan hak dan kewajiban warga negara adalah pasal 26, 27, 28, 29, 30, 31 dan 34. Menurut Cogan, (1998), mengelompokkan warga negara kedalam 5 kategori, yaitu: a sense of identify, the enjoyment of certain rights, the fulfilment of corresponding obligations, a degree of interest and involvement in public affairs, and an acceptance of basic societal values. Maksudnya adalah warga negara harus memiliki identitas atau jati diri, warga negara memiliki hak-hak tertentu, warga negara memiliki kewajiban-kewajiban yang menjadi keharusan, sehingga selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan privat dengan kepentingan publik serta memiliki sikap tanggung jawab, warga negara memiliki sikap tanggung jawab untuk berpartisipasi demi kepentingan umum sehingga merasa terpanggil untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kepentingan umum, warga negara memiliki sikap menerima nilai-nilai dasar kemasyarakatan, sehingga mampu menjalin dan membina kerjasama, kejujuran dan kedamaian serta rasa cinta dan kebersamaan.

Dalam menghadapi kehidupan abad 21, warga negara perlu memilih karakteristik, keterampilan dan kompetensi tertentu agar dapat mengahadapi dan mengatasi kecenderungan yang tidak diinginkan serta dapat menumbuh kembangkan kecenderungan-kecenderungan yang diinginkan. Cogan (1998) mengidentifikasi 8 karakteristik yang perlu dimiliki warga negara yaitu sebagai berikut: ability to look at and approach problems as a member of a global society, one's roles/duties within society, ability to understandi, accept, and tolerance cultural differences, capacity ti think in a critical and systematic way, willingness to resolve conflict in & non-violent manner, willingness to change one's lifestyle and consumption habits to protect the environment, ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg., rights of women, ethnic minorities, etc), willingnes s and ability to participate in politics at local, national, and internasional levels. Maksudnya adalah agar warga negara memiliki kemampuan: Pertama, mendekati masalah atau tantangan sebagai anggota masyarakat global. Kedua, memiliki kehendak dan kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran dan kewajibannya dalam masyarakat. Ketiga, mampu memahami, menerima dan toleran terhadap perbedaan budaya. Keempat, mampu berpikir kritis dan sistematis. Kelima, mampu untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Keenam, peka terhadap hak azasi manusia. Ketujuh, mampu untuk merubah gaya kidup dan kebiasaan konsumtif guna melindungi lingkungan. Kedelapan, berpatisipasi dalam politik pada tingkat lokal, nasional dan internasional.

Pembelajaran Individu Sebagai Insan Tuhan, Makhluk Sosial dan Warga Negara Indonesia
Paradigma baru pendidikan kewarganegaraan yaitu: rekonseptualisasi jati diri pendidikan kewarganegaraan atas dasar kajian teoritik dan empirik, perumusan asumsi programatik tentang: masyarakat madani Indonesia, warga negara Indonesia, pendidikan untuk warganegara, dan tantangan masa depan Indonesia, perumusan kompetensi kewarganegaraan Indonesia atas dasar asumsi programatik, pengembangan paradigma baru pendidikan kewarganegaraan dalam masyarakat-bangsa dan negara Indonesia, Pengidentifikasian sarana pendukung yang diperlukan untuk mewujudkan paradigma baru pendidikan kewarganegaraan.

Dalam pembelajaran materi individu sebagai Insan Tuhan, Makhluk Sosial dan Warga negara, tentunya tidak bisa lepas dari strategi, metode, media dan evaluasi. Salah satu pembaharuan dalam PKn 1999/PKn baru ialah strategi pembelajarannya siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran, tetapi mempelajari materi dan sekaligus praktek, berlatih dan mampu membakukan diri bersikap dan berperilaku sebagai materi yang dipelajari. Kosasih Djahiri (1999) memberikan penjelasan dalam sebuah seminar CICED (Center for Indonesian Civic Education) bahwa strategi yang harus digelar guru hendaknya sebagai berikut: Membina dan menciptakan keteladan, baik fisik dan materil (tata dan asesoris kelas/sekolah), kondisional (suasana proses KBM) maupun personal (guru, pimpinan sekolah dan tokoh unggulan), membiasakan/membakukan atau mempraktekan apa yang diajarkan mulai di kelas-sekolah-rumah dan lingkungan belajar, dan memotivasi minat/gairah untuk terlibat dalam proses belajar, untuk kaji lanjutan dan mencobakan serta membiasakannya.

Ketiga strategi di atas dapat dioperasionalkan melalui berbagai metoda yang sering digunakan oleh guru dalam ceramah bervariasi tanya jawab, diskusi, problem solving, percontohan, bermain peran, VCT, kerja lapangan, karya wisata, observasi reportasi dan dramatisasi.

Pendekatan yang perlu diterapkan agar mencapai sasaran, maka kelas PKn dan sekolah harus dijadikan sebagai laboratorium masyarakat, bangsa dan negara. Tentu dalam proses pembelajaran memerlukan media, fungsinya adalah untuk memberi komudahan kepada siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Yang dimaksud dengan media, Kosasih Djahiri (1999) mengatakan adalah sesuatu yang bersifat materiil-imateriil ataupun behavioral atau personal yang dijadikan waktu kemudahan, kelancaran serta keberhasilan proses hasil belajar. Mac Luhan menyatakan bahwa The medium is the message yaitu media mewakili isi pesannya. Jika demikian berarti guru PKn adalah salah satu media pembelajaran harus menampilkan figur sebagaimana pesan Pendidikan Kewarganegaraan. Artinya dia harus menjadi figur teladan bagi siswanya yaitu sebagai warga negara yang baik, jujur, demokratis, taat beragama dan sebagainya. Media dalam PKn yaitu: yang bersifat materiil, misalnya, buku, model pakaian, bendera, lambang, yang bersifat imateriil, misalnya contoh kasus, ceritera, legenda, budaya, yang bersifat kondisional, misalnya suasana simulasi yang diciptakan sebelum atau pada saat Proses belajar berlangsung di kelas atau di tempat kejadian, yang bersifat personal , misalnya nama atau foto atau gambar tokoh masyarakat atau pahlawan, gambar atau foto atau nama presiden, raja.


sumber : http://kuliahnyata.blogspot.com/2013/06/individu-sebagai-insan-tuhan-makhluk.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tahu dan Ketidaktahuan

Pentingnya Filsafat Pendidikan

Filosofi Debu