Asal Usule Cilegon

Kota Cilegon dikenal sebagai kota baja, setelah berdirinya PT Krakatau Steel (KS) sebagai sebuah perusahaan baja internasional sejak 1970. Namun, sebelumnya daerah di ujung barat Provinsi Banten ini lebih dikenal sebagai daerah rawa. Kata CILEGON, berasal dari kata "CI" atau "Cai" dalam bahasa sunda berarti AIR dan kata "LEGON" atau "MELEGON" yang berarti LENGKUNGAN (H.M.A. Tihami). CILEGON bisa diartikan sebagai kubangan air atau rawa-rawa. Hal ini sesuai dengan banyaknya nama tempat di Cilegon yang menggunakan nama KUBANG. Seperti: Kubang Sepat, Kubang Lele, Kubang Welut, Kubang Welingi, Kubang Lampit, Kubang Lampung, Kubang Menyawak, Kubang Bale, Kubang Lesung, Kubang Kutu, Kubang Wates, Kubang Sari, dan yang lainnya. Sepintas penyebutan kata LEGON mirip dengan kata "LAGUNA" atau "LAGOON" dalam bahasa Inggris yang berarti danau kecil atau tasik yg dikelilingi oleh karang atau pasir yg menutup pesisir atau muara sungai. Cilegon pada Abad-16 merupakan sebuah kampung kecil yang dikelilingi rawa-rawa atau kubang-kubang yang berubah dan berkembang menjadi area persawahan dan pemukiman. Situ Rawa Arum merupakan satu-satunya danau di Kota Cilegon. Namun sayang, keberadaannya tidak terlalu dikenal masyarakat secara umum. Padahal, danau tersebut memiliki panorama yang indah, letaknya pun cukup strategis lantaran berada di antara jalur Cilegon-Pulomerak. Danau yang letaknya hanya tiga kilometer dari Pintu Tol Pulomerak selama ini hanya dikunjungi oleh para pemancing lokal. Namun, di balik ketidakpopuleran danau tanpa mata air tersebut, terdapat sebuah legenda cukup menarik untuk diikuti. Sawiri (57), sesepuh di Lingkungan Tegal Wangi, Kelurahan Rawa Arum, mengisahkan asal usul terbentuknya Situ Rawa Arum. Legenda ini bermulai ketika Ki Ageng Ireng, seorang tokoh besar di daerah itu, memimpin sebuah desa bernama Desa Telaga. “Dulu, daerah ini disebut Desa Telaga, itu ketika masih pada zaman Kesultanan Banten, Desa itu cukup makmur, masyarakat tidak pernah kekurangan pangan lantaran memiliki persawahan yang luas. Desa tersebut juga terletak tidak jauh dari perairan Selat Sunda sehingga masyarakat bisa pergi ke laut untuk menangkap ikan. “Memiliki daerah persawahan yang luas serta dekat dengan laut, membuat masyarakat Desa Telaga menjadi sejahtera,” katanya. Namun, desa tersebut mengalami bencana besar ketika Gunung Krakatau meletus pada 1883. Letusan gunung dengan efek 130.000 kali bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, telah menyebabkan tsunami besar dan meluluhlantakkan Desa Telaga. “Warga berhasil lari ke daerah perbukitan sekitar Pulomerak sebelum tsunami menenggelamkan seluruh daratan di pesisir Selat Sunda, termasuk Desa Telaga,” katanya. Ki Ageng Ireng kemudian memerintahkan warga Desa Telaga kembali dari pengungsian menuju desa beberapa minggu berlalu setelah tsunami. Namun, betapa kagetnya, desa mereka telah hilang dari permukaan bumi. Desa yang sebelumnya menjadi tempat tinggal mereka tertutup air laut. Tampaknya, gempa bumi dari letusan vulkanik Gunung Krakatau membuat Desa Telaga amblas dan kemudian terisi air laut yang terbawa oleh tsunami sehingga membentuk kolam besar. “Warga Desa Telaga mengalami kesedihan yang mendalam karena desa mereka tenggelam oleh air laut. Melihat kondisi ini, Ki Ageng Ireng meminta seluruh warga tinggal di pinggiran kolam besar itu,” kata Sawiri. Warga Desa Telaga pun akhirnya tinggal di pinggiran danau, sambil berharap air laut yang membanjiri desa mereka surut. Sayangnya, harapan tersebut tidak pernah terjadi lantaran air tersebut tidak pernah surut. “Setelah beberapa bulan berlalu, Ki Ageng Ireng keheranan karena air tidak pernah kering. Bahkan, rasa air yang sebelumnya asin berubah menjadi tawar. Mungkin karena sering terguyur hujan,” terang Sawiri. Desa Telaga akhirnya tenggelam dan berubah menjadi sebuah danau akibat letusan Gunung Krakatau. Seiring waktu, tumbuh ratusan bunga teratai putih di tengah-tengah danau dan menyebarkan wangi harum kepada para penduduk Desa Telaga yang tinggal di sekitar danau. “Melihat perubahan alam yang terjadi, Ki Ageng Ireng akhirnya memberi nama danau tersebut Situ Rawa Arum. Ia pun membawa sejumlah bibit ikan yang disebarkan di sekitar danau agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Begitulah asal usul Situ Rawa Arum,” ujar Sawiri. Legenda asal usul Situ Rawa Arum tidak begitu diketahui oleh masyarakat secara umum, hanya segelintir orang saja yang mengetahui cerita rakyat itu. Meski begitu, sejumlah tokoh pemuda setempat mencoba mengelola dan menjaga kelestarian danau tersebut. “Danau ini memiliki potensi wisata yang tinggi. Apabila dikelola dengan baik serta didukung oleh pemerintah pada segi promosi dan penataan lokasi, tempat ini akan mampu menjadi danau wisata kebanggaan Cilegon,” ujar Husein Saidan, pengelola Situ Rawa Arum. Camat Grogol Hayati Nufus juga meyakini, Situ Rawa Arum merupakan potensi wisata yang terpendam di Kota Cilegon. Bahkan, Pemkot Cilegon pun berencana menyulap Situ Rawa Arum menjadi sebuah tempat wisata keluarga. “Pak Walikota (Walikota Cilegon Tb Iman Ariyadi) telah melihat begitu tingginya potensi wisata Situ Rawa Arum. Saya apresiasi keinginan Pak Wali untuk mengembangkan danau itu menjadi sebuah objek wisata unggulan Cilegon,” katanya. Hal tersebut dibenarkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemkot Cilegon Bukhori. Dinasnya bahu-membahu dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) akan melakukan penataan di danau tersebut. “Disbudpar akan memberikan sejumlah sarana dan prasarana, sementara DKP membuat danau tersebut menjadi lebih indah melalui program RTH (ruang terbuka hijau),” katanya. Bukhori pun meyakini, Situ Rawa Arum akan menjadi objek wisata terkenal di Kota Cilegon. Hal tersebut dapat terwujud atas kerja sama berbagai pihak, baik masyarakat setempat, pemerintah, juga industri. “Jika dilakukan secara bersama, apa pun bisa terwujud. Saya yakin Situ Rawa Arum juga bisa membuat Cilegon harum,” katanya. (*) 

Sumber : https://www.facebook.com/Berita.Cilegon/posts/228715627205737 http://griyawarta.com/fenomena-situ-rawa-arum-cilegon/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tahu dan Ketidaktahuan

Pentingnya Filsafat Pendidikan

Filosofi Debu