Aliran Pragmatisme
Pragmatisme Menjiwai Kurikulum 2013
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam
hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Terkadang
manusia ragu apakah Ia ditipu atau tidak oleh panca-inderanya, dan mulai
menyadari keterbatasannya. Berfilsafat
didorong untuk mengetahui apa yang telah tahu dan apa yang belum tahu. Demikian
juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus
terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang telah dijangkau dan diketahui.
Aliran Pragmatisme
Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern,
khususnya abad ke-17, adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam
bidang epistemologi adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah
sarana yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa
yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad
ke-17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan
saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut adalah rasionalisme dan
empirisme. Empirisme itu sendiri pada abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh
menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu: rasionalitas, empirisme dan
pragmatisme.
Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran
filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak
percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan.
Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu
secara berguna. Patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah
faedah atau manfaat. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi
(if it works).
John Dewey menambahkan bahwa filsafat harus berpijak pada pengalaman
(experience) , dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif
kritis.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 menitikberatkan pada pendidikan karakter dan
nilai moral yang dibutuhkan oleh segenap pelajar di zaman yang semakin maju
ini. Dalam proses pembelajaran kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik
yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar, sehingga dapat
meningkatkan perkembangan kognitif siswa.
Berikut adalah aspek tujuan dalam
kurikulum 2013 :
1.
SIKAP & PERILAKU:
(Menerima + Menjalankan + Menghargai + Menghayati +
Mengamalkan)
1)
Beriman, berakhlak
mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun), rasa ingin tahu,
estetika, percaya diri, motivasi internal.
2)
Toleransi, gotong
royong, kerjasama, dan musyawarah.
3)
Pola hidup sehat,
ramah lingkungan, patriotik, dan cinta perdamaian.
2.
KETERAMPILAN:
(Mengamati + Menanya + Mencoba + Mengolah + Menyaji +
Menalar + Mencipta)
1)
Membaca, menulis,
menghitung, menggambar, mengarang
2)
Menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, membuat, mencipta
3.
PENGETAHUAN:
(Mengetahui + Memahami + Menerapkan + Menganalisa +
Mengevaluasi)
1)
Ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan budaya
2)
Manusia, bangsa,
negara, tanah air, dan dunia
Implikasi Aliran Pragmatisme dalam
Kurikulum 2013
Tujuan Pendidikan
Pendidikan
harus mengajarkan seseorang bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri terhadap
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan
mengembangkan pengalaman-pengalaman tersebut yang akan memungkinkan seseorang
terarah kepada kehidupan yang baik. Tujuan-tujuan tersebut meliputi:
·
Keterampilan-keterampilan
kejuruan (pekerjaan).
·
Minat-minat
dan hobi-hobi untuk kehidupan yang menyenangkan.
·
Persiapan
untuk menjadi orang tua.
·
Kemampuan
untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah social (mampu
memecahkan masalah-masalah sosial secara efektif).
Pendidikan
harus membantu siswa menjadi warga negara yang unggul dalam demokrasi atau
menjadi warga negara yang demokratis (Callahan and Clark, 1983). Karena itu
menurut Pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk
menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan sosialnya (Edward
J. Power, 1982).
Kurikulum Pendidikan
Dalam
pandangan Pragmatisme, kurikulum sekolah seharusnya tidak terpisahkan dari
keadaan-keadaan masyarakat. Dalam pendidikan materi pelajaran adalah alat untuk
memecahkan masalah-masalah individual, dan siswa secara perorangan ditingkatkan
atau direkonstruksi, dan secara bersamaan masyarakat dikembangkan. Karena itu masalah-masalah
masyarakat demokratis harus menjadi bentuk dasar kurikulum; dan makna pemecahan
ulang masalah-masalah lembaga demokratis juga harus dimuat dalam kurikulum. Karena
itu kurikulum harus :
·
Berbasis
pada masyarakat.
·
Perencanaan
demokratis pada setiap tingkat pendidikan.
·
Bermakna
kreatif untuk pengembangan keterampilan-keterampilan baru.
·
Kurikulum
berpusat pada siswa (pupil/child centrered) dan berpusat pada aktifitas (activity
centered).
Selain
itu perlu dicatat bahwa kurikulum pendidikan Pragmatisme diorganisasi secara interdisipliner,
dengan kata lain kurikulumnya bersifat terpadu, tidak merupakan mata
pelajaran-mata pelajaran yang terpisah-pisah.
Sejalan
dengan uraian di atas, Edward J. Power (1982) menyimpulkan bahwa kurikulum
pendidikan Pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut mungkin berubah”.
Metode Pendidikan
Sebagaimana
dikemukakan Callahan dan Clark (1983), penganut Pragmatisme mengutamakan
penggunaan metode pemecahan masalah (Problem Solving Method) serta
metode penyelidikan dan penemuan (Inquiry and Discovery Method).
Dalam
prakteknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat sebagai
berikut: permissive (pemberi kesempatan), friendly (bersahabat),
a guide (seorang pembimbing), open-minded (berpandangan terbuka),
enthusiastic (bersifat antusias), creative (kreatif), socialy
aware (sadar bermasyarakat), alert (siap siaga), patien (sabar),
cooperative and sincere (bekerjasama dan ikhlas atau
bersungguh-sungguh).
Peranan Guru dan Siswa
Dalam
Pragmatisme, belajar selalu dipertimbangkan untuk menjadi seorang individu.
Dalam pembelajaran peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuannya kepada siswa,
sebab ini merupakan upaya tak berbuah. Sewajarnya, setiap apa yang siswa
pelajari sesuai dengan kebutuhan dan minat. Dengan demikian seorang siswa yang
menghadapi suatu permasalahan akan mungkin untuk merekonstruksi lingkunganya
untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya. Untuk membantu siswa guru harus
berperan:
·
Menyediakan
berbagai pengalaman yang akan memunculkan motivasi dan memunculkan minat siswa
terhadap permasalahan penting.
·
Membantu
para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah. Secara
esensial, guru melayani para siswa sebagai pembimbing dengan memperkenalkan
keterampilan, pemahaman-pemahaman, pengetahuan, dan penghayatan-penghayatan
melalui penggunaan buku-buku, nara sumber, film-film, televisi, atau segala sesuatu
yang tepat digunakan.
·
Bersama-sama
kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari; bagaimana mereka mempelajarinya;
dan informasi baru apa yang setiap siswa temukan oleh dirinya (Callahan and
Clark, 1983).
Edward
J. Power (1982) menyimpulkan pandangan Pragmatisme bahwa “siswa merupakan
organisme yang rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh; sedangkan
guru berperanan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut
campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Prinsip
bahwa segala sesuatu terus berubah, prinsip bahwa pengetahuan terbaik yang
diperoleh melalui eksperimentasi ilmiah juga selalu berubah dan bersifat
relative, dan prinsip relitivisme nilai-nilai, maka Callahan dan Clark (1983)
menyatakan bahwa orientasi pendidikan Pragmatisme adalah Progresivisme. Pendidikan
Pragmatisme dipandang memiliki kekuatan demi terjadinya perubahan social dan
kebudayaan melalui penekanan perkembangan individual peserta didik. Selain itu,
Callahan dan Clark (1983) memandang Rekonstruksionisme adalah variasi dari
Progresivisme, yaitu suatu orientasi pendidikan yang ingin merombak tata
susunan kebudayaan lama, dan membangun tata susunan kebudayaan baru melalui
pendidikan/sekolah.. Perbedaannya dengan Progresivisme yaitu bahwa
Rekonstrukionisme tidak menekankan perubahan masyarakat dan kebudayaan melalui
perkembangan individual siswa (child centered), melainkan melalui
rekayasa sosial dengan jalan pendidikan/sekolah.
Kesimpulan
Manusia
adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial. Pengetahuan diperoleh
manusia melalui pengalaman (metode sains), teori uji kebenaran pengetahuan dikenal
sebagai pragmatisme, sebab pengetahuan dikatakan benar apabila dapat diaplikasikan.
Hakikat nilai berada dalam proses, yaitu dalam perbuatan manusia, bersifat
kondisonal, relatif, dan memiliki kualitas individual dan sosial. Pendidikan
bertujuan agar siswa dapat memecahkan permasalahan hidup individual maupun
sosial. Tidak ada tujuan akhir pendidikan. Sesuai dengan kurikulum 2013 yang
menekankan pada 5M (Mengamati, Menanya, Mencoba, Mengasimilasi,
Mengkomunikasikan) yang lebih menggunakan strategi open-ended yang bergantung
pada pengalaman dan pengamatan yang dilakukan masing-masing individu. Disini
guru menilai proses yang dilakukan siswa, bukan dari hasil yang didapat. Dari
pengamatan dan penemuan yang dilakukan masing-masing individu, diyakini siswa
dapat mengingat ilmu pengetahuan lebih lama dan diaplikasikan di kehidupannya.
Kurikulum
pendidikan hendaknya berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa (child centered) dan berpusat
pada aktifitas siswa (activity centered). Adapun kurikulum
tersebut mungkin berubah. Pragmatisme mengutamakan metode pemecahan masalah (problem
solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiry and
discovery method). Guru hendaknya berperan sebagai fasilitator, yaitu
memimpin dan membimbing siswa belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat
dan kebutuhan siswa. Adapun siswa berperan bebas untuk mengembangkan minat dan bakatnya.
Agar siswa dapat mengembangkan diri menjadi pribadi utuh dan warga negara yang
baik sesuai dengan nilai falsafah hidup bangsa.
Komentar
Posting Komentar